Pages - Menu

Thursday, 25 August 2016

Wajibnya Menjaga Uchuwwah Islaamiyyah

🌎🌕🌔🌓🌒🌑🌘🌗🌖🌕🌍

*Ikhtilāf al-Furū'*

🖊 _Dwi Triyono_

يجب أن يعلم الذين يريدون جميع الناس على رأي واحد، في أحكام العبادات والمعاملات ونحوها من فروع الدين: أنهم يريدون ما لا يمكن وقوعه، ومحاولتهم رفع الخلاف لا تثمر إلا توسيع دائرة الخلاف. وهي محاولة تدل على سذاجة بينة، ذلك أن الاختلاف في فهم الأحكام الشرعية غير الأساسية ضرورة لا بد منها.


Mereka yang merindukan bersatunya ummat ini dalam satu visi wajib mengetahui _bahwa menghendaki wujudnya satu pendapat satu cara dalam aspek peribadatan dan mualamah dan yang lain lainnya dari cabang-cabang agama adalah mengharapkan sesuatu yang tidak mungkin terjadi._ Dan daya upaya untuk menyatukan pendapat dan menghilangkan perbedaan tidak akan menghasilkan sesuatu kecuali menjadikan semakin lebar dan luasnya wilayah perbedaan itu. Sungguh ini merupakan upaya yang jelas-jelas terlalu menyederhanakan masalah. Hal ini disebabkan oleh karena perbedaan dalam hal memahami hukum-hukum syariah yang furu' dan bukan asasi itu betul betul tidak bisa dihindari, dan pasti terjadi.

وإنما أوجب هذه الضرورة طبيعة الدين، وطبيعة اللغة، وطبيعة البشر، وطبيعة الكون والحياة.

Dan yang menjadikan perbedaan itu tidak bisa dihindari adalah karena tabiat agama, tabiat bahasa, tabiat manusia, tabiat alam semesta dan tabiat kehidupan itu sendiri.

طبيعة الدين:
*Tabiat Agama*

فأما طبيعة الدين، فقد أراد الله تعالى، أن يكون في أحكامه المنصوص عليه والمسكوت عنه، وأن يكون في المنصوص عليه المحكمات والمتشابهات، والقطعيات والظنيات، والصريح المؤول، لتعمل العقول في الاجتهاد والاستنباط، فيما يقبل الاجتهاد والاستنباط، وتسلم فيما لا يقبل ذلك، إيمانا بالغيب، وتصديقا بالحق، وبهذا يتحقق الابتلاء الذي بنى الله عليه خلق الإنسان: (إنا خلقنا الإنسان من نطفة أمشاج نبتليه) (الإنسان:2).

Adapun tabiat agama, maka sesungguhnya Allāh Subhānahu wa Ta'āla menghendaki dalam syariatNya itu ada yang disediakan nash nash atasnya, dan ada juga yang didiamkan.
Sedangkan syariat atau hukum-hukum yang ada nashnya itu ada yang muhkamat dan ada pula yang mutasyabihat. Ada yang qath'i (pasti) ada yang zhanni (tidak pasti) ada yang sharih jelas ada yang butuh ta'wil, yang dengan tabiat yang demikian maka memaksa kita untuk menggunakan akal untuk berijtihad dan untuk mengambil kesimpulan, untuk hal-hal yang memberi ruang untuk ijtihad dan istinbath. Dan menerima sepenuhnya untuk hal-hal yang tidak memberi ruang untuk ijtihad, seperti beriman kepada yang ghaib dan menerima kebenaran sebagai hal yang benar. Hal ini merupakan wujud nyata dari bentuk ujian yang memang Allāh bangun bagi manusia, sebagaimana firmanNya:
_Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari setetes mani yang bercampur yang Kami hendak mengujinya (dengan perintah dan larangan) ..._

ولو شاء الله لجعل الدين كله وجها واحدا، وصيغة واحدة، لا تحتمل خلافا ولا تحتاج إلى اجتهاد، من حاد عنها قيد شعرة فقد كفر.

_Dan sekiranya Allāh menghendaki, niscaya Allāh jadikan agama ini semuanya satu wajah satu bentuk, tidak mengandung perbedaan dan tidak membutuhkan ijtihad._ *Bila bentuk agama seperti ini, maka barangsiapa menolaknya atau mengingkarinya meski hanya sehelai rambut maka ia telah kafir.*

ولكنه لم يفعل ذلك، لتتفق طبيعة الدين مع طبيعة اللغة، وطبيعة الناس ويوسع الأمر على عباده.

Akan tetapi Allāh Subhānahu wa Ta'āla tidak melakukan hal yang demikian, karena tabiat agama ini sebenarnya selaras dengan tabiat bahasa dan tabiat manusia, dan luasnya perkara-perkara ibadah.

أجل لو شاء الله تعالى أن يتفق المسلمون على كل شيء، ولا يقع منهم اختلاف في شيء، ولو كان فرعا من الفروع، أو أصلا من الأصول غير الضرورية لأنزل كتابه كله نصوصا محكمات قاطعات الدلالة، لا تختلف فيها الأفهام ولا تتعدد التفسيرات، ولكنه جل شأنه أراد أن يكون في كتابه المحكمات ـ وهن أم الكتاب ومعظمه ـ وفيه المتشابهات، وهن أقله، وفي ذلك ابتلاء من ناحية، وشحذ للعقول لتجتهد من ناحية أخرى.

_Tentu saja bila Allāh menghendaki, bisa saja Allāh jadikan kaum muslimin sepakat dalam semua hal, dan tidak terjadi perbedaan dalam segala hal baik dalam urusan furu' maupun pokok-pokok agama. Juga bisa saja Allāh menjadikan semua isi al-Qur'ān muhkamat, qath'i dan jelas tanpa samar sehingga tidak ada perbedaan pendapat dan multi tafsir._
Akan tetapi Allāh Subhānahu wa Ta'āla menjadikan dalam kitab suciNya itu ada yang muhkamat, dan ini sebagian besarnya, dan sedikit yang mutasyabihat. Maka ini satu sisi merupakan ujian dan satu sisi memacu dan memicu kita untuk memeras akal fikiran untuk berijtihad.

فيقول تعالى: (هو الذي أنزل عليك الكتاب منه آيات محكمات، هن أم الكتاب وأخر متشابهات، فأما الذين في قلوبهم زيع فيتبعون ما تشابه منه ابتغاء الفتنة وابتغاء تأويلها وما يعلم تأويله إلا الله والراسخون في العلم يقولون آمنا به كل من عند ربنا وما يذكر إلا أولوا الألباب) (آل عمران: 7).

Allāh Subhānahu wa Ta'āla berfirman:
_Dialah yang menurunkan Al Kitab (Al Quran) kepada kamu. Di antara (isi)nya ada ayat-ayat yang muhkamaat, itulah pokok-pokok isi Al qur'an dan yang lain (ayat-ayat) mutasyaabihaat. Adapun orang-orang yang dalam hatinya condong kepada kesesatan, maka mereka mengikuti sebahagian ayat-ayat yang mutasyaabihaat daripadanya untuk menimbulkan fitnah untuk mencari-cari ta'wilnya, padahal tidak ada yang mengetahui ta'wilnya melainkan Allah. Dan orang-orang yang mendalam ilmunya berkata: "Kami beriman kepada ayat-ayat yang mutasyaabihaat, semuanya itu dari sisi Tuhan kami". Dan tidak dapat mengambil pelajaran (daripadanya) melainkan orang-orang yang berakal._

بل إننا نجد ـ قبل مرحلة الفهم والتفسير ـ مرحلة القراءة نفسها، فقد تعددت القراءات في كتاب الله إلى سبع، بل إلى عشر، وهي القراءات المتلقاة بالقبول من الأمة، ولم ير أحد من علماء المسلمين في ذلك أي حرج، لأنها كلها ثابتة عن رسول الله صلى الله عليه وسلم.

Akan tetapi kita dapati bahwa sebenarnya sebelum masuk ke wilayah pemahaman dan penafsiran, _dalam level membaca/qiraah pun sudah banyak ragam bacaan/qiraah al-Qur'ān sampai tujuh macam bahkan sampai 10 macam._ *Dan qiraah yang beraneka macam itu kita dapati diterima dengan baik oleh ummat ini dan tak satupun dikalangan ulama yang mempersoalkan nya, karena semuanya sudah jelas terang mantap dari Rasūlullāh Shallallāhu 'Alaihi wa Sallam.*

روى البخاري عن ابن مسعود رضي الله عنه قال: "سمعت رجلا قرأ آية، وسمعت رسول الله صلى الله عليه وسلم، يقرأ خلافها، فأخبرته، فعرفت في وجهه الكراهة، فقال: كلاكما محسن، ولا تختلفوا، فإن من كان قبلكم اختلفوا فهلكوا".

Al-Bukhāri meriwayatkan dari sahabat ibn Mas'ūd Radhiyallāhu 'Anhu berkata:
_"Aku mendengar seseorang membaca suatu ayat tapi aku mendengar Nabi shallallahu 'alaihi wasallam berbeda cara membacanya. Maka aku membawa orang itu menemui Nabi shallallahu 'alaihi wasallam kemudian aku ceritakan masalah itu. Namun aku mengetahui ada ketidak sukaan beliau yang tergambar dalam raut wajah beliau. Lalu beliau bersabda: "Cara kalian membaca keduanya benar dan janganlah kalian berselisih karena orang-orang sebelum kalian berselisih hingga akhirnya mereka binasa"_ *(HR al-Bukhāri Bab tentang hadīts hadīts yang meriwayatkan para Nabi, No. 3.217, shahīh).*

وروى الجماعة مثله عن عمر بن الخطاب رضي الله عنه في قضيته مع هشام بن حكيم.

Dan diriwayatkan oleh al-Jamā'ah tentang hal serupa antara sahabat Umar ibn al-Khaththāb dengan Hisyām ibn Hakïm.

قال العلامة ابن الوزير معلقا على هذا الموضع:
فهذا الخلاف الذي نهي عنه، وحذر منه الهلاك، هو التعادي. فأما الاختلاف بغير تعاد فقد أقرهم عليه، ألا تراه قال لابن مسعود: "كلاكما محسن" حين أخبره باختلافهما في القراءة؟ ثم حذرهم من الاختلاف بعد الحكم بإحسانهما في ذلك الاختلاف، فالاختلاف المحذر منه غير الاختلاف المحسن به منهما، فالمحذر منه التباغض والتعادي والتكاذب المؤدي إلى فساد ذات البين، وضعف الإسلام، وظهور أعدائه على أهله، والمحسن هو عمل كل أحد بما علم، مع عدم المعاداة لمخالفه والطعن عليه.

Dikatakan pula oleh *al-'Allāmah ibn al-Wazīr* terkait dengan hal ini:
_Khilaf tentang hal ini adalah terlarang, dan bisa menjurus kepada kebinasaan dan membangkitkan permusuhan._
Adapun khilaf yang tidak melahirkan permusuhan dan kebencian maka hal ini justru telah Rasūlullāh tetapkan. Tidakkah kalian lihat bahwa Rasūlullāh  berkata kepada ibn Mas'ūd: *keduanya baik*, tatkala beliau Shallallāhu 'Alaihi wa Sallam diberitahu tentang munculnya perbedaan diantara keduanya dalam hal bacaan al-Qur'ān?
Kemudian setelah itu Rasūlullāh mengingatkan tentang khilaf yang terjadi setelah itu yang akan membinasakan ummat ini yaitu khilaf yang penuh kebencian, permusuhan, saling mendustakan yang berdampak pada kerusakan diantara para pihak yang berselisih dan akhirnya melemahkan kaum muslimin dan musuh-musuh kaum muslimin semakin kuat.
Adapun yang disebut *muhsin* adalah _orang yang beramal berdasar ilmu, bukan berdasar kebencian dan permusuhan apalagi saling hujat._

*Bersambung in syā Allāh*

🌎🌕🌔🌓🌒🌑🌘🌗🌖🌕🌍

_Makassar , 20 Agustus 2016, selesai ditulis pukul 10.00 WITA._

_Source and powered by:_

@QuranAndroid
*Yūsuf al-Qaradhawy, Al-Shahwah al-Islāmiyah baina al-Ikhtilāfi al-Masyrū'i wa Tafarruqi al-Madzmūm, Penerbit Dār al-Syurūq halaman


Assalaamu 'Alaikum WRWB.

     Pd suatu hari, khalifah Umar bin Khattab ra ber-
khotbah:" Jngan memberi-
kan emas kawin lebih dari
40 uqiyah (1240 gr). Barang
siapa melebihkannya, maka
kelebihanx akan kuserahkn
ke Baitul Mal."

     Dgn berani, seorg wanita
menjawab:" Apakah yg di-
halalkn Allah SWT akan di-
haramkn oleh Umar? Bukan
kah Allah SWT berfirman -
dlm ( S. An-Nisa': 20 ).

     Umar ra berkata:" Benar
apa yg dikatakan wanita itu
n Umar salah."
Inilah contoh keadilan se-
Org khalifah Muslim.

     Dikesempatan lain, kha-
lifah Umar bin Khattab ra
melihat seorg mengangkat
kedua tanganx ke langit n
berdo'a:" Allahumma, jadi-
kanlah diriku dari golongan
yg sedikit."

     Umar ra heran n berta-
nya:" Apakah do'a yg kamu
baru mohonkan, wahai sau-
daraku?".

     Org itu menjawab:" Wahai Amirul Mukminin, tidakkah Allah berfirman,
( S. Saba': 13 ).

     Umar bin Khattab ra ber-
kata sambil meninggalkn org itu:" Sungguh semua org lebih mengetahui dari pada engkau, wahai Umar."
(101)

$$$$@@@@%%%%####

No comments:

Post a Comment