Bentuk2 berbakti kepada orang tua kita.
Dan Sangat beruntung kalau masih punya orang tua.
Bentuk-bentuk sebagai berikut ini:
1. Berbakti kepada orang tua dalam bentuk ucapan.
Allâh Ta’âla berfirman:
إِمَّا يَبْلُغَنَّ عِنْدَكَ الْكِبَرَ أَحَدُهُمَا أَوْ كِلَاهُمَا فَلَا تَقُلْ لَهُمَا أُفٍّ وَلَا تَنْهَرْهُمَا وَقُلْ لَهُمَا قَوْلًا كَرِيمًا
“….. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan “Ah” dan janganlah kamu membentak mereka. Ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia” [Al-Isrâ`/17:23]
Ini perlakuan saat orang tua telah berusia uzur. Biasanya ketika telah memasuki usia senja (pikun), tindak-tanduk orang tua tampak tidak normal di hadapan orang lain. Walaupun demikian, Allâh Azza wa Jalla memerintahkan: “maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan ‘Ah’)”, maksudnya jangan berbuat seperti itu kepada mereka disebabkan kegusaran atas tindak-tanduk mereka (dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia).
2. Bakti kepada orang tua juga dalam bentuk perbuatan, yaitu dengan cara seorang anak menghinakan diri di hadapan orang tuanya, dan tunduk patuh kepada mereka dengan cara-cara yang dibenarkan syariat dalam rangka menghormati kedudukan mereka. Allâh Azza wa Jalla berfirman:
وَاخْفِضْ لَهُمَا جَنَاحَ الذُّلِّ مِنَ الرَّحْمَةِ وَقُلْ رَبِّ ارْحَمْهُمَا كَمَا رَبَّيَانِي صَغِيرًا
“Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh kesayangan dan ucapkanlah: “Wahai Rabbku, kasihilah mereka keduanya, sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku waktu kecil”” [Al-Isrâ`/17:24]
3. Berbakti juga dapat dilakukan dengan pemberian materi kepada orang tua.
Orang tua berhak memperoleh infak dari anaknya. Bahkan ini termasuk bentuk infak yang agung. Sebab Rasûlullâh shallallâhu ‘alaihi wa sallam bersabda:
أَنْتَ وَمَالُكَ لِأَبِيْكَ
” Engkau dan kekayaanmu adalah milik bapakmu” [HR. Abu Dâwud no. 3530, Ibnu Mâjah no. 2292]
4. Bentuk bakti kepada orang tua yang lain, dengan melayani mereka dalam menyelesaikan atau membantu urusan maupun pekerjaan mereka. Namun bila meminta tolong dalam perkara yang diharamkan, saat itu tidak boleh bagi anak untuk menyambut permintaan mereka. Justru, penolakannya menjadi cermin bakti anak kepada orang tua, berdasarkan sabda Rasûlullâh shallallâhu ‘alaihi wa sallam :
انْصُرْ أَخَاكَ ظَالِـمًا أَوْ مَظْلُومًا قَالُوا يَا رَسُولَ اللهِ هَذَا نَنْصُرُهُ مَظْلُومًا فَكَيْفَ نَنْصُرُهُ ظَالِـمًا قَالَ تَـمْنَعُهُ مِنَ الظُّلْمِ
“Tolonglah saudaramu saat berbuat zhalim atau teraniaya. Rasûlullâh shallallâhu ‘alaihi wa sallam ditanya: “Wahai Rasulullah, kalau menolong orang yang teraniaya kami sudah mengerti, bagaimana dengan menolong saudara yang berbuat zhalim?” Beliau shallallâhu ‘alaihi wa sallam menjawab: “Dengan menghalang-halanginya berbuat zhalim”. [HR Al-Bukhâri, Muslim dan Ahmad]
Misalnya, orang tua memerintahkan membeli sesuatu yang diharamkan, kemudian si anak menolaknya. Anak ini tidak disebut sebagai anak durhaka, akan tetapi merupakan putra yang berbakti kepada orang tuanya, karena telah menahan orang tuanya dari berbuat yang haram.
Semoga manfaat, aamiin.
0 Comments:
Post a Comment