WALI PAIDI DATANG KE MALANG MENCARI SOLUSI GHAIB
Wali Paidi tidak tahu apa yang dialaminya saat ini. Dia sering mendengar benda-benda yang berada di sekitarnya berdzikir. Mulai sapu lidi yang biasa
dipergunakan, sandal para santri yang ditatanya, semuanya berdzikir. Sampai suatu pagi, Wali Paidi dipanggil mbah Romo Kyai, dan seperti biasanya, beliau menemuinya di teras ndalem, didampingi kopi plus rokok kretek kesayangannya.
"Nak, apa yang kamu alami itu hal yang wajar saja, kamu jangan risau.
Setiap orang yang belajar membersihkan hati dan mengajaknya untuk berdzikir setiap saat, maka akan mengalami seperti apa yang kamu alami sekarang ini.
Bahkan mendengar lolongan anjing pun akan terdengar seperti suara orang yang berdzikir. Itu semua pantulan dari hatimu. Kamu pasti ingat dengan hadist yang menceritakan ketika Nabi mendengar kerikil yang dipegangnya itu, terdengar nyaring sedang berdzikir," kata mbah Romo Kyai. "Inggih, Kyai"."Besok kamu berangkatlah ke Malang, berziarahlah ke makam Habib Abdullah Bilfaqih dan ayahnya, Habib Abdul Qadir Bilfaqih. Tapi sebelum kamu duduk, bacalah salam ini," Romo Kyai menyerahkan secarik kertas kecil kepada Wali Paidi. Diterima dengan penuh takdzim, tanpa bertanya doa itu bid'ah, sesuai sunnah atau tidak.
Pokoknya dia terima. Husnudzan pAling utama. "Bacalah!" perintah Romo kyai."Salamullahi, ya saadah…..dan seterusnya," Wali Paidi langsung
membacanya melagukan salam tersebut dalam syiir khas pesantren, yang biasa disebut Bahar Thowil dalam Ilmu Aridl (gubahan syiir Arab)."Salam itu memang sudah umum, dan di setiap makam Wali, banyak tergantung ucapan salam itu.
Andai nanti ketika kamu sudah sampai di makam Habib, dan Habib tidak berada di makam, maka ketika Habib mendengar ucapan salammu itu, insya Allah Habib akan kembali pulang ke makamnya dan menemui kamu," jelas Romo Kyai.
"Inggih Kyai," sekali lagi Wali Paidi mengiyakan, tunduk, patuh. "Kamu naik sepeda motor si Sofyan saja!" Sofyan adalah putra Romo Kyai. Besoknya, Wali
Paidi berangkat ke Malang, ke pemakaman umum Kasin. Romo Kyai mengatakan kalau makam Habib Abdullah dan Habib Abdul Qadir berada di pemakaman umum Kasin. Hanya itu petunjuk yang diberikan. Sementara, Wali Paidi tidak tahu di mana daerah Kasin itu. Wali Paidi tidak berani bertanya lebih jelas pada Romo Kyai karena menjaga tata krama. Wali Paidi manut dan berusaha melaksanakan perintah Romo Kyai tanpa banyak bertanya dan protes.
Sesampainya di Malang, Wali Paidi langsung menuju alun-alun Kota Malang.
Setelah memarkirkan sepeda, Wali Paidi clingak-clinguk mencari tukang parkir.
Alhamdulillah, tidak lama kemudian ada tukang parkir yang menghampirinya.
Setelah mendapat penjelasan dari tukang parkir tersebut soal makam Habib,
Wali Paidi langsung berangkat ke daerah Kasin, sesuai petunjuk yang diterima.
Kira-kira sepuluh menitan. Wali Paidi sudah berada di daerah Kasin. "Sekarang
tinggal mencari di mana letak pemakaman umum Kasin," bathin Wali Paidi. Wali
Paidi bertanya kepada orang-orang yang ditemuninya. Menurut keterangan,
pemakaman umum Kasin ternyata ada dua. Biar jelas jawaban, ia menerangkan
kalau berniat ziarah ke makam Habib Abdullah Bilfaqih dan Abahnya, Habib
Abdul Qadir Bilfaqih.Setelah mendapat petunjuk yang jelas mengenai arah ke
makam, Wali Paidi melanjutkan perjalanan. Namun Wali Paidi tetap tidak dapat
menemukan makam tersebut. Ada saja orang yang menunjukkan arah yang
salah meski letak makam sudah dekat sekali. Jadinya, ia muter-muter saja di
wilayah Kasin hingga setengah jam lebih. Akibatnya, Wali Paidi kecapaian. Dia
menghentikan sepeda motornya di tepi jalan. Turun dari sepeda, sejurus
kemudian Wali Paidi mengeluarkan rokok dan menyalakannya. Di tengah-tengah
merokok itu, Wali Paidi mulai tawasulan, dalam hati, ia berdoa dan berucap
begini, "Mbah Habib Abdul Qadir, mbah Habib Abdullah, saya mau ke makam
panjenengan, tolong tunjukkan di mana makam panjenengan". Mantap betul,
Wali Paidi mulai naik sepeda motornya dan melanjutkan perjalanan. Ia hanya
mengikuti apa kata hatinya. Kira-kira baru berjalan 50 meter, Wali Paidi mencium bau harum semerbak,"Alhamdulillah makam mbah Habib sudah dekat," batinnya.
Wali Paidi mengikuti bau harum yang diciumnya itu, dan tidak begitu lama
akhirnya Wali Paidi sudah berada di depan makam umum Kasin. Ia Masuk
makam, berputar dari gerbang samping. Tampak di tengah makam itu ada
bangunan kecil yang atasnya ada kubah hijau. Di bawah kubah inilah makam
Habib Abdul Qadir Bilfaqih dan putranya, Habib Abdullah Bilfaqih.
Ketika berada tepat di depan makam yang ada pagar stainlessnya, Wali Paidi
membaca salam yang dicatatkan oleh Romo Kyainya tadi, "Salaamullahi ya
saadah minarrohmani yaghsyakum…." Baru satu bait dibaca, hawa di sekitar
Wali Paidi terasa sudah lain dari yang tadi. Saking terkejutnya, Wali Paidi sampai
terdiam sebentar, lalu dia melanjutkan membaca syiir Salam itu sampai selesai.
Ia menunduk penuh ta’dzim. Wali Paidi merasa ada dua sosok agung yang
mengawasinya dari dalam. Setelah selesai membaca syiir Salam, Wali Paidi
beranjak ke dekat makam dan duduk, memulai membaca tahlil. Baru saja Wali
Paidi duduk, tiba-tiba ada suara bedug yang ditabuh, dum…..diiringi hawa yang
menerpa tubuh Wali Paidi. Ketika hawa itu menerpa tubuhnya, seluruh tubuh
Wali Paidi serentak berdzikir… Allah…Allah…Allah….Wali Paidi membaca tahlil
diiringi dengan suara bedug dum….Allah…Allah…Allah / dum ….Allah …Allah…
Allah… ketika hawa itumenerpa Wali Paidi, serentak seluruh tubuhnya
berdzikir……
Wali Paidi menyelesaikan pembacaan tahlilnya tepat adzan Maghrib
berkumandang. Ia berjalan mundur ketika keluar dari makam dan langsung
menaiki sepedanya mencari Masjid terdekat. Wali Paidi mengikuti adzan yang
didengarnya berniat shalat. Tapi semakin mendekat, suara adzannya justru kian
menjauh. Akhirnya, Wali Paidi memutuskan untuk putar bAlik mencari Masjid
yang lain. Wali Paidi merasa Masjid yang dituju tidak mau menerimanya. Wali
Paidi menyusuri jalan ke arah alun-alun Kota Malang. Dia berjalan pelan, bersiap
kalau ada Masjid yang dilaluinya berharap akan berhenti. Ketika Wali Paidi
berada di depan rumah makan Cairo (resto menu Timur Tengah), hatinya
menyuruh belok kiri.etelah berjalan 20 meteran, Wali Paidi melihat ada Masjid di
sebelah kiri jalan, Masjid tersebut posisinya agak Masuk ke dalam. Dia
meMasukkan sepedanya dan parkir di halaman Masjid itu. Terlihat sebagian
jamaah sudah keluar dari Masjid karena sholat Maghrib sudah selesai. Wali Paidi
melangkah Masuk mencari kamar kecil, lalu keluarlah seorang yang kulitnya
agak hitam dan berambut agak gondrong dari dalam Masjid, yang seakan
menyambutnya, "melihat dari sarungnya yang ngelinting dan baju kokonya yang
putih lusuh serta mangkak mburik, mungkin orang ini tukang becak," gumamnya.
Wali Paidi kaget (dia sering kagetan memang), ketika bertanya padanya di mana
letak kamar kecil itu, wajah orang tersebut terlihat jelas mirip wajah Arab habaib.
Sorot mata dan wajahnya sangat tajam. Ke kamar kecil, kencing Wali Paidi mobat
mabit tidak tenang. Dia merasa berdosa karena mengira Habib tersebut sebagai
adalah tukang becak yak nah. Habis dari kamar kecil, dia berniat meminta maaf
kepadanya. Anehnya, ketika Wali Paidi selesai berwudlu dan mau Masuk ke Masjid,
Habib yang dimaksud sudah tidak ada. Disusul ke parkiran, tidak ada, ke dalam
Masjid, juga tidak ada. Wali Paidi merasa menyesal karena gampang berburuk
sangka kepada orang lain, gampang menilai seseorang dari tampilan luarnya
saja. Wali Paidi tidak tenang ketika melaksanakan sholat Maghrib. Dalam
shalatnya, dia meminta kepada Allah untuk dipertemukan dengan Habib
tersebut. Mengakhiri sholat, mengucapkan salam, menoleh ke kiri, ajibnya, Habib
yang dicarinya sudah berdiri di samping. Ya Allah, ini siapa sebetulnya?
Wali Paidi berniat mendekat, mau mencium tangannya, tapi Habib muda tersebut
langsung lari ke luar Masjid menuju jalan raya terus, hilang entah kemana.
"Subhanallah, ternyata di Kota Malang yang hiruk pikuk dunia ini Masih ada
kekasih Allah yang berseliweran, seharusnya aku tadi minta kepada Allah tidak
hanya bertemu, tapi juga minta bisa diberi kesempatan untuk mencium
tangannya," gumamnya. Setelah berdzikir sebentar, datanglah seorang pemuda
pengurus Masjid mendekatinya sambil memberi secangkir teh jahe kepadanya,
dan Wali Paidi melihat banyak Habib-Habib sepuh mulai berdatangan meMasuki
Masjid. Rupanya, sehabis Maghrib di Masjid ini, diadakan rutinan membaca
Raatibul Haddad.Wali Paidi berniat untuk keluar karena merasa tidak pantas
mengikuti acara tersebut. Bagaimana tidak, yang datang semuanya berjubah,
sedang dirinya bercelana jeans dan berkaos oblong hitam dengan gambar Gus
Dur sedang tertawa lebar. Hahaha.Ketika Wali Paidi berdiri, dia mendengar
suara tanpa wujud yang berkata kepadanya (hatif), "kamu mau pergi ke mana,
apakah kamu tidak malu menolak undangan Nabi Muhammad?"
Wali Paidi duduk kembali, mengurungkan niatnya untuk keluar Masjid. Dia mengikuti pembacaan Raatibul Haddad sampai selesai. Wali Paidi merasa malu sekali kepada Habib-Habib sepuh yang hadir di majelis, terutama kepada Nabi
Muhammad yang mengundangnya.Lalu, siapa Habib yang keluar dari Masjid tadi? Wali Paidi Masih bertanya-tanya? Jangan-jangan memang tukang becak betulan?
.. BERSAMBUNG...
#KangZubat
Repost by :
#BalayudhaIslamNusantara
Facebook:
https://m.facebook.com/PunggawaBIN/?ref=m_notif¬if_t=page_user_activity
Instagram:
https://www.instagram.com/p/B9EcWa7gIlJ/?igshid=1y29xo12szfdp
Twitter:
https://twitter.com/BalayudhaIslam?s=08
#DewanKomandoNasional
#BalayudhaIslamNusantara
#PPbalayudhaSantriNUsantara
0 Comments:
Post a Comment