Sejak kecil mBah Ddlol -begitu beliau dipanggil- sudah menampakkan keanehannya dibanding dengan anak seusianya. Nakalnya luar biasa tapi kecerdasan dan keberaniannya juga di atas rata-rata.
Setiap ada Tamu yang sowan kepada Abah beliau Kiai Abdus Syakur, wedang yang disuguhkan pasti akan dicicipi dulu. Bak seorang Guru yang memberi barokah kepada Santrinya. Beliau suka bermain di markas Belanda yang ada di depan rumahnya. Dengan gayeng beliau bisa bercengkrama dengan Para Londo Totok (Para Belanda Tulen) . Tak heran bilamana beliau sudah mampu berbahasa Belanda dengan fasih .
Di saat usia baru 9 tahun sudah hafal al Qur'an dalam waktu dua bulan. Padahal rata- rata orang menghapal al Qur' an itu butuh waktu 3 sampai 4 tahun. 15 juz yang awal ditempuh dalam satu bulan setiap satu juz dibaca 3 kali dalam satu jalsah dan langsung hapal dan 15 juz yang akhir juga ditempuh satu bulan dengan Metode setengah juz di baca 3 kali dan langsung hapal.
Beliau ketika kecil sering nguping saat Abahnya mbalah Kitab bersama Santri-Santri. Bilamana Sang Abah sudah selesai, gantian beliau yang membaca Kitab yang sama sambil menerangkan isinya persis seperti keterangan Abahnya. Beliau mengaji hanya kepada Abahnya, K.H. Abdusy Syakuur dan kepada Hadrotusy Syaich K.H. Hasyim Asy'ari, TebuIreng, Jombang. Itu pun hanya ditempuh selama tujuh bulan.
Pada saat Chotam Mengaji Kitab Nahwu Jurumiyyah, beliu bisa baca Taqriib dan Fathul Mu'iin . Sewaktu chotam Kitab Nahwu Kafrawii , beliau bisa baca Fathul Wahhab, dan ketika chotam Kitab Nahwu Alfiah di saat usianya baru 11 tahun beliau sudah bisa ngajar sekaligus menulis Kitab. Ketika chotam Kitab Nahwu 'Uqudul Juman, gaya dan tata bahasa karangan beliau menjadi penuh warna dan bernilai sastra tinggi.
Metode yang digunakan dalam mengajar santri- santrinya adalah sorogan dengan satu judul kitab sampai chotam, baru setelah itu ganti kitab lain. Hal ini bertujuan agar benar-benar bisa difaham dan meresap dalam dada. Menurut beliau al ilmu fir ro'si laa fil karrosi (Ilmu itu ada di kepala bukan dilampiran kitab).
Bila jam menunjuk pukul satu malam, beliau bangun untuk melakukan qiyamullail sampai pagi. Malam-malam yang sepi dan sunyi itu diisi dengan dzikir pada sang kholiq. Sayup- sayup terdengar lantunan dzikir dan bacaan al Qur' an dari kamar pribadinya. Ketika menjelang subuh, dzikir itu ditutup dengan bacaan hizib Saifi Mughni, hizib Nashor, dan hizib Bahr.
Dalam sebulan beliau bisa khatam al Qu'an sebanyak 60 kali. Sedangkan dalam menambah keilmuan, setiap 10 hari bisa khatam satu kitab besar. Itupun dalam keadaan setengah hapal isinya. Hal ini terbukti bila ada persoalan, beliau mampu menunjukkan jawaban disertai ta'birnya. Bagi beliau seakan-akan tidak ada masalah yang musykil apalagi mauquf. Sehingga KH. Maimun Zubair, Pengasuh PP. Al Anwar Sarang menjulukinya dengan "Sang Kamus Berjalan" meski belum pernah haji.
Bilamana melakukan sholat selalu di awal waktu. Dalam memberi maui'dzoh atau khutbah, beliau bersikap serius namun mengena
dan menyentuh perasaan. Sehingga para pendengarnya dibuat hening dan tak jarang menangis tersedu-sedu karena terbawa perasaan.
Kendati demikian, Mbah Dhol juga
manusia biasa, punya anak dan keluarga yang butuh untuk di nafaqohi. Oleh sebab itu beliau
juga bekerja untuk mencukupi kebutuhannya. Berbagai pekerjaan yang pernah dilakukaan dan dijalaninya antara lain: jadi buruh jahit, penjahit, bahkan jualan benang. Ada cerita menarik ketika beliau jualan benang. Dari daerah Kerek Tuban sampai Sedan Rembang beliau tempuh dengan jalan kaki sambil memikul benangnya. Sebuah jarak yang sangat jauh dengan beban di punggung yang tidak ringan.
Selain itu beliau juga pernah jualan kain,membuka toko, reparasi sepeda pancal dan sepeda motor, membuat barang-barang elektronik, meski beliau tidak pernah belajar elektro sama sekali. Beliau juga pernah menjadi
bos becak, mendirikan pabrik rokok dan lain sebagainya.
Yang mengherankan, setiap usahanya berkembang pesat, seketika itu juga dihentikan dan ganti pekerjaan lain yang dimulai dari nol lagi. Hal ini semakin menguatkan keyakinan banyak orang bahwa beliau adalah sosok kyai yang zuhud. Tujuannya bekerja hanyalah ibadah dan sekadar menuruti perintah Allah SWT semata, bukan untuk mencari harta. Dengan memulai dari nol lagi tentu banyak kesulitan yang dihadapi, semakin banyak kesulitan, kian banyak pahala yang kan didulang, al ajru biqodri ta'ab, "pahala tergantung dari nilai
kepayahannya."
Jadi menurut beliau segala sesuatu mesti diniati ibadah bahkan sampai dalam memberi nafaqoh istrinya pun tidak lepas dari dimensi ibadah. Beliau dalam memberi nafaqoh harian pada istrinya tidak memberikannya sekaligus sehari, tapi nafaqoh pagi di berikan pada waktu pagi, nafaqoh siang di berikan di siang hari dan nafaqoh sore diberikan sore. Ketika hal itu di tanyakan, jawab beliau "agar banyak niatnya sehingga banyak pula pahalanya".
Dalam keseharian beliau sangat sederhana dan bersahaja, saking sederhananya ketika ta'ziah dalam wafatnya KH. Zubair Sarang beliau sempat dicueki atau tidak dihormati oleh orang karena songkok hitam yang dipakai tidak lagi hitam tapi telah berubah warna menjadi merah. Baju yang di kenakan lusuh, hingga orang acuh memandangnya. Orang-orang baru tahu kalau itu adalah Mbah Dlol yang sangat terkenal itu. Setelah tanpa sengaja K.H.
Maimun Zuber memergokinya di tengah jalan, maka karuan saja K.H. Maimun langsung menciumi tangan beliau dan menempatkannya pada tempat yang layak.
Puluhan karya tulis yang telah beliau hasilkan. Beliau sudah menulis sejak masih remaja. Hanya yang patut disayangkan adalah karya tulisnya banyak yang tidak bisa dimanfaatkan sebab sebagaian ada yang terkena banjir tatkala banjir besar tahun 1971 melanda Tuban dan yang sebagian lagi dibawa oleh murid-muridnya yang tersebar di mana- mana, sehingga sulit untuk melacaknya sekarang. Beliau dalam mengajar santrinya selalu mengarangkan materi pelajarannya baik yang berbentuk nastar maupun nadzom, setelah selesai, kitab karangannya diberikan pada muridnya yang mengaji. Di antara karangan beliau yang sudah beredar adalah:
1. Tashilul Masalik Syarah Alfiah Ibnu Malik
2. Kasfyfuttabarih fi sholatittaroweh
3. Ahli Musamaroh fi Bayani Auli'il Asyroh
4. Durrul Farid fil limit tauhid
Dan beberapa karangan yang belum selesai seperti nadzom Bahjatul Hawii, Nadzom Jam'ul
Jawaami'.
ARTIKEL NU Garis Lurus Dari "Ahlal Masamiroh Fi Hikayati Awliya'il 'Asyroh"
SUFI JIHADI TANAH JAWA: PERANG JIHAD
WALISONGO https://mbasic.facebook.com/467428066729602/photos/a.467428803396195.1073741826.467428066729602/487823721356703/?type=1&refid=17
KAROMAH
Seseorang menyusup di Pondok Pesantren Senori Tuban yang diasuh oleh Simbah Kiai Abu Fadlol. Niatnya mencuri sepeda onthel. Maklum, sepeda angin milik para santri berjejer seolah tercecer tanpa pemilik. Baru saja calon maling ini memegang setir sepeda tiba-tiba ia jatuh terduduk. Bibirnya meringis menahan nyeri.
Jemarinya memijat paha dan betisnya. Ia merasa kakinya tiba-tiba kram. Ya kram otot yang membuat kakinya lumpuh. Tak pelak keberadaan orang asing yang meringis karena lumpuh di tengah jejeran sepeda segera menjadi tontonan gratis para santri.
Karena kasihan, seorang pengurus melaporkan kejadian ini ke Mbah Yai Abu Fadhol. Di depan kiai, maling tersebut mengakui niatnya mencuri, meminta maaf, dan memohon agar kakinya yang lumpuh disembuhkan. Oleh Mbah Yai Abu Fadhol, si maling hanya diminta membaca syahadat tiga kali. Biidznillah, belenggu gaib terlepas dari kaki pencuri itu.
"Benteng gaib" ini terbentuk otomatis atas kehendak Allah, di antaranya, karena Mbah Yai Abu Fadhol istiqamah membaca Surat Al-Hasyr, baik saat mengimami shalat Maghrib dan Subuh,
maupun setelah kedua shalat tersebut.
ﺭِّﺥِ ﺍﻟْﻴَﻔَﺎ ﻓِﻲْ ﻏِﺸِﺴَﺎ * ﺻَﻔَﺮٍ ﻓَﻜِﻞْ ﺑِﺎﻟْﻮَﺍﺣِﺪِﺑِﻘِﺘَﺎﻟِﻬِﻢْ ﻭَﺳُﻴُﻮْﻓِﻬِﻢْ *
ﻭَﻟَﺠَﺠِﻬِﻢْ ﻭَﺗَﻌَﺎﻧُﺪِ
ﻭَﻓِﻲْ ﺭَﺟَﺐٍ ﺗَﺮَﻯ ﻋَﺠَﺒًﺎ * ﻭَﻓِﻲْ ﺍﻟﺸَّﻬْﺮِ ﺍﻟَّﺬِﻱْ ﺑَﻌْﺪَﻩْ
ﻭَﻓِﻲْ ﺭَﻣَﻀَﺎﻥَ ﻫَﻤْﻬَﻤَﺔٌ * ﻭَﻫَﺪَّﺓْ ﺑَﻌْﺪَﻩُ ﻫَﺪَّﺓْ
ﻭَﻓِﻲْ ﺷَﻮَّﺍﻝْ ﻳَﺸُﻮْﻝُ ﺍﻟْﻘَﻮْﻡْ * ﻭَﻳَﺴْﻜُﻦُ ﻓِﻲْ ﺫَﻭِﻱْ ﺍﻟْﻘَﻌْﺪَﺓْ
ﻭَﻓِﻴْﻬَﺎ ﻳَﺨْﺮُﺝُ ﺍﻟْﻬَﺎﺩِﻱْ * ﺇِﻣَﺎﻡُ ﺍﻟْﺤَﻖِّ ﻟَﺎ ﺑَﻌْﺪَﻩْ
Syi’ir ini tentang kekalahan Jepang pada Perang Dunia II yang ketika itu menjajah Indonesia. Syiir ini dikarang sebelum adanya Perang Dunia II oleh Syaich 'Abdusy Syakuur yang masih termasuk kakek buyut dari Syaichinaa Maimoen Zubair, Sarang Rembang.
Tuesday, 27 December 2016
Home »
» Mengenal As Syaich Kyai Haji 'Abul Fadlol As-Senory At-Tubany
0 Comments:
Post a Comment